Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Nada

Justru orang yang memainkan alat musik itu kerap merasa sunyi. Dia mencari-cari siapa gerangan yang akan menjadi vokalis di atas tumpukan tangga nada yang telah dia tata.

Sudut Pandang

Gambar
Jauh sebelum fajar menyapa Meraba puncak-puncak pegunungan dengan pijar jemari Nya (Tuhan; jesus) Punggung bumi teraspal sudah diriuhkan dengan babi-babi bermantel besi yang sedang sibuk hilir-mudik Berpacu saling mendahului bersama senandung panggilan subuh (ummat muslim) Para manusia itu menuju tempat rebah yang disebut rumah. Diantara riuh-ricuh tersebut, wanita ku sibuk menggenggam Rosario (tasbih; kristen) Memutar, mencubit, menggulirkan bersamaan satuan nada puji Tuhan Bersatu damai dalam simponi. Aku; lelakinya Terus merabanya tanpa henti Dalam tubuh do'a Membiarkan cicak, nyamuk, kecoa, tikus di gubuk ku cemburu dalam sahajanya kemesraan kami. Rikuhnya kami dalam perjalanan peribadatan menjadi saingan unggul diantara pemudik yang lalu-lalang tanpa kedamaian dalam perjalanan pulang di mata Tuhan. Kerinduan kami terhadap apa yang kami yakini sebagai “rumah”, melebihi kerinduan mereka terhadap apa yang mereka anggap sebagai “rumah”. Kita

Manusia Sebagai Serigala

Homo Homini Lupus secara etimologi diartikan sebagai manusia adalah serigala bagi sesama. Semua sepakat akan tafsir secara harfiah atas kalimat tersebut. Namun secara terminologi dapat diartikan sebagai manusia yang rela menikam bagi sesamanya demi keselamatan dirinya. Baik dari segi kebutuhan hidup maupun kepentingan ego. Mengkebiri kebebasan orang lain demi kebebasan dirinya. Kebebasan disini terlihat nampak bersifat predikat. Menjadi dalih kepuasan keinginan terlepas dari kekangan naskah akademik yang telah disepakati (hukum atau aturan) hingga bias dari kata hukum positif negara, syari'at dan norma-norma. Bagi para kaum sophis definitif seperti ini membuat manusia skeptis dan liar (berusaha bebas). Berbagai indikasi seperti inilah yang membentuk arti dari pada diksi homo homini lupus sebagai manusia seperti serigala gila yang tega menikam manusia lainnya atas alasan kebenaran subjektif dirinya. Disisi lain, analogi serigala yang di rasa tidak fasih tafsir menjadikan ko

SAYA

Andai saya seorang musisi. Pastilah tercipta ribuan senandung roman atas kesaksian saya dengan adanya maujud keindahan anda. Andai saya seorang puitika. Pastilah terbang ribuan syai'r erros bersayap kasih atas keanggunan ciptaan Tuhan yang tersakralkan di dalam liuk tubuh anda. Tetapi, Sungguh saya hanyalah seorang fakir. Tak punya daya pun upaya untuk menciptakan ungkapan rangkaian kata-kata. Karena anda tak sanggup terwakilkan dalam kamus kosakata-bahasa manusia. Karena, Sungguh saya hanyalah seorang fakir. Tiada waktu saya miliki lebih. Ada pun sisa hanya untuk mengemis takdir. Mengemis garis kehidupan. Kepada Tuhan. Agar mempertemukan kita di satu kisah saja, Yang menceritakan bahwa kita adalah dua hati yang enggan bertegur harap dalam janji . Bahwa kita adalah dua rasa yang telah lama mati . Bahwa kita adalah satu harapan yang memesan akan hadirnya hari kebangkitan. Tetapi, Bilamana kapan hari itu akan datang. Tuhan hanya membangkitkan jasad yang

Kasih Sayang

" Kasih sayang itu melemahkan "