Edelwish Abadi

Menangis, menangis, menangis, bergumul.
Dengarkanlah, mari Kita atasi.
Terisak dan bergumul.
Jangan lagi mengenang masa lalu mu
Karena Kau tak sendiri!
Terjebak melawan angin sakal, kau bertanya, "mengapa ini benar-benar terjadi?"
Dulu, benarlah Aku benci setiap keindahan.
Namun saat ini, semua terikat kebersamaan.
Kita tak dekat dengan impian.
Kita harus terus berjalan.
Hanya dengan melihat ke arah langit, jawabannya tak bisa langsung ditemukan.
Sekarang saatnya untuk membuktikan keberadaan Kita di sini.
Terdiam, menangis  lagi hari ini.
Berulang kali untuk yakinkan diri mu, akan Ku tunjukkan bahwa Kita bisa mengatasinya.
Kemudian saat Ku genggam kedua tanganmu dan berkata,
"Semuanya akan baik-baik saja".
Ini bukan kesedihan! Bukan!
Tanpa ragu, Kita berteriak dengan hati pantang menyerah.
Tak akan lari lagi.
Di kota orang-orang yang pertama kali Ku temui.
Semua terasa asing, air mata meluap dalam perjalanan pulang.
Bahkan jika melewati stasiun tujuan.
Bahkan jika ingin pergi ke suatu tempat.
Bau yang terhamparkan dan suara hangat milik mu, selalu Ku rindukan.
Impian Kita yang jauh dari hari itu.
Di mana seharusnya Kita berada?
Di mana tempat yang akan Kita tuju?
Sesaat Kita berdiri di tengah persimpangan yang mengarah ke sebuah mimpi.
Pasti suatu hari Kita akan mengerti makna keberadaan Kita di sini.
Datang dengan wajah bersih berseri,
Kau tersenyum manis hari ini.
Kali ini pasti Aku akan merangkak naik.
Tak akan menyerah.
Kita bisa menjadikannya kenyataan! Aku mengerti sekarang!
Tanpa ragu, Kita berteriak dengan hati pantang menyerah
Tak akan lari lagi.
Tak ada waktu untuk berdiam diri.
Mari pergi melihat impian yang telah Kita gambarkan.
Kita akan meraihnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menguncup Mengembang Layu Gugur

SAYA

Hilangnya Kabut Manusia