Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2018

Faruq

" Jika Faruq di gadai . Kau berani taruh penawaran apa . Berani taruh berapa kau ".

Mimpi

Siapa sudi taruh bukti bilamana dunia penuh akan warna. Tiada manuskrip kelabu, terlebih mimpi adalah mejikuhibiniu. Setua dan sesetia kepada langit. Melepas sayap tak sempurna jadi lupa untuk menjadi seharusnya.

Dalam Ruang

Kita tak mau dilema Jangan lagi merajuk Kau tak enak Aku pun tak nyaman __________________________________________ Sudahi peluh akan cemas Kering sudah air mata Kau injakkan kaki di hati Tanpa tempat berpijak di muka bumi __________________________________________ Harapan di awang-awang Terus terbang melayang-layang Dikau cegah diri alasan bimbang Maafkan daku tak lagi berpangku sayang __________________________________________ Paling wajah berhadap muka Berlinang suci jemari ku menseka Daku niat menghibur hati Sembari tertawa dikau berpaling hati __________________________________________

Etitut

Gawat (! ) Kenapa (? ) Beri aku secawan perak isi dua candu . Mengapa (? ) Ku lihat ada senior yang hobi meneguk madu. Lalu (? ) Racuni saja . Jangan Tak etis di pandang .

Tak searus

Sudah bisukah mulut itu Buntung pula tangan kau Jangan lagi kaki pincang Mati sana di tanah lot Kau kalungi tulang-tulang pki . Mata melotot Ku kira buta Ku beri topi Kepala tak cukup kecil Besar kepala kau Kubur sana jauh-jauh Busuk bau tubuh Ku tak sudi kenal lagi .

Laki pun Wanita

Ini kodrat. Batas ada untuk memuliakan antara keduanya, beda cakap dengan melemahkan salah satu. Laki ada untuk jadi dewa. Kulitnya siap di koyak dan daging siap di cabik oleh hitam putih kerasnya hidup. Di beri-Nya kekuatan untuk di jadikan pedang dan juga tameng. Melindungi sekitar yang telah ia kasihi. Wanita hadir atas tulang rusuk, saripati tanah pula dasarnya. Ia ada sebagai Dewi. Rawat santun dan kelembutan seorang dewi. Jadilah cerdas; mereka sebut dewi kebijaksanaan. Tak patut dewi bergelut dalam tugas laki. Ada caranya sendiri. Apabila inginkan jadi pisau: menulislah. Apabila inginkan jadi tameng: banyak baca. Siapapun, laki atau wanita, aku tak peduli. Jangan jadikan diri bagai lintah. Tak melihat juga tak mendengar. Hanya mulut saja. Suka cari yang amis. Hina kau jadi lintah.

Ingin

Ku kantuk inginkan kopi. Ku hening inginkan sepi. Ku letih inginkan lelap. Ku dingin inginkan kau. Menghangatkan tubuh, separuh dari ku. - Ponorogo , sebelum tampak mentari.

Diplomasi

Pekan lalu Ia bertanya kepada ku; lewat perantataranya: "Kerisauan ini memenuhi pikir dan membuat ku muak. Sebenarnya aku yang besar atau kau yang kecil. Aku yang tinggi atau kau yang pendek. Mengapa kau susah untuk di rangkul. Apakah tangan ku kurang panjang". Jawab ku: "Mungkin putaran dadu belum mencapai enam. Kau kurang beruntung. Dasar rakus".

Cakap Apa Kau

Jangan bicara ingin mengubah Negara karena kebobrokan sistem ataupun orang-orang di dalamnya. Hal besar berawal dari sesuatu yang kecil. Coba saja lihat ke lingkungan sekitar mu atau lebih tepatnya kepada diri mu sendiri. Apakah ada sesuatu yang rancu. Apakah ada sesuatu yang tidak benar namun tetap di amini oleh orang-orang sekitar, termasuk diri kamu sendiri. Jika memang ada, mengapa tak kau ubah. Mengapa tetap diam saja dan malah lebih parahnya lagi impian mu muluk-muluk ingin mengubah hal besar yang kau pun tak mungkin memiliki daya untuk itu.

Cerpen Gagal

Pagi itu ia menemukan secarik surat tanpa nama pengirim,  yang ia dapati di dalam kotak pos rumahnya. Ketika di buka memang surat itu untuknya, "Untuk: Surti". Seperti yang terjadi lima bulan yang lalu. Hatinya sudah mengambang, pikirannya pun melayang-layang penuh praduga siapa pengirim surat ini. Ketika di bukanya surat itu, di bacalah olehnya. Hanya ada dua kata yang berbunyi: "Aku pulang". Seketika itu pagi menjadi hening, burung-burung gereja berhenti membuat keributan, daun tak lagi berguguran, ulat yang tadi sedang sarapan di ujung daun pohon jambu air menjadi enggan untuk melanjutkan sarapan nya. Termenung diam ia di tengah halaman belakang rumah, bermandikan sinar mentari yang sedang mencoba mengusir kabut mendung pagi itu. Ia dapati lagi ada sesuatu yang masih tertinggal di dalam amplop surat. Ternyata sehelai sapu tangan berwarna biru keabu-abuan. Ia sekarang tahu dan yakin siapa pengirimnya. Di dalam sapu tangan tersebut terselip secarik kertas kecil be

Takut

Dalam kamus kehidupan sudah ku hapus prosakata takut. Namun ketika perjalanan menjadi sebuah pelajaran yang memiliki ribuan hikmah dalam setiap interaksi dengan manusia lain, kata itu kembali ku munculkan dan lebih di spesifikkan. Saat ini aku benar-benar takut. Takut mati muda. Hidup tak ingin ku sia-sia kan. Langkah ini baru saja menyelami hitam-putih dunia. Masih ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu yang menanti untuk di telusuri. Sungguh aku takut. Dan kecemasan ini berakhir ketika aku mati. Aku tak mau mati muda.

Rumah

Sesampai ku di pekarangan rumah langkah kaki ku semakin mendahului satu sama lain. Raga ini tak enggan dan tak lagi sungkan terhadap kampung halaman. Tibalah aku di depan pintu belakang rumah, ku buka dan ku sapa nyamuk-nyamuk tak beretika yang sedang hilir-mudik di dalam rumah ini. Hening, Sunyi.  Hanya ada satu bolam lampu tidur bercahayakan kuning yang masih sudi menyambut kepulangan ku malam hari ini. Ku tengok ke arah depan terkapar seorang wanita yang sedang terlelap dalam tidur tanpa sehelai alas tidur. Pandangan ku pun langsung memburu raut wajah nya yang penuh dengan goresan sedih, lelah, dan letih. Ku coba lanjutkan langkah dan ku tengok sebelah kiri, dimana di situ terdalat ruangan untuk sembahyang semacam surau mungil tanpa hiasan apapun. Disitu terlihat sesosok tubuh tua terkulai lelap dalam mimpi malam. Sekali lagi ku pandangi wajah tersebut. Nampak bekas peluh seusai melewati hari ini yang penuh dengan lelah, letih, dan rasa khawatir. Ia pun tertidur tanpa selembar

Takut

Dalam kamus kehidupan sudah ku hapus prosakata takut. Namun ketika perjalanan menjadi sebuah pelajaran yang memiliki ribuan hikmah dalam setiap interaksi dengan manusia lain, kata itu kembali ku munculkan dan lebih di spesifikkan. Saat ini aku benar-benar takut. Takut mati muda. Hidup tak ingin ku sia-sia kan. Langkah ini baru saja menyelami hitam-putih dunia. Masih ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu yang menanti untuk di telusuri. Sungguh aku takut. Dan kecemasan ini berakhir ketika aku mati. Aku tak mau mati muda.

Toryque

Negera Turki memang tidak sehangat Islandia. Aku akan segera kembali untuk membuat kamu bahagia. Setelah ini aku akan rutin mengirimkan surat kabar untuk mu. Agar cinta kita tidak hambar dan secarik kertas ini menjadi saksi bahwasanya kita saling menjaga rindu. Di lain waktu aku akan mengajak mu kesini Menikmati senja dari tengah kota di kedai teh abah Sulaiman Bey

Lintah

Memang ini yang aku mau. Tidak lumrah. Tidak seperti orang kebanyakan. Tidak hanya berpengetahuan seperti kalian. Kalian ini sama dengan lintah. Tidak punya mata dan telinga. Asal amis disedot sampai habis. Dikira madumangsa. Jika sudah kenyang tidur nyenyak. Kemudian tidak keluar sampai satu tahun. "Akibatnya salah paham. Menghasilkan kesembronoan, mengikuti kitab sengsara. Mengikuti dalil tanpa hasil. Hanya menghasilkan nikmat dan rasa itu sendiri. Itu artinya sama dengan hidup tanpa mata. Matamu seperti mata bambu. Tidak berguna."

Tertimbun

Percuma kau menangis. Percuma kau mencari ku kemana saja, sejauh apapun. Sungguh aku tidak pernah pergi. Aku ada di lubuk hati mu, Yang telah tertimbun wajah-wajah baru.

Bisu

Terimakasih Telah sudi menghampiri ku di kala itu Tanpa mengenal mu Mungkin aku tidak tau apa yang namanya cinta Mungkin aku tidak mengenal penyakit yang tidak ada obat nya ini Mungkin hati ku tidak bisa mengenal rindu Aku sering merenung Dan menyimpulkan lamunan Bahwa sebuah hal yang lumrah jika manusia mulai menuhankan kata-kata Biarpun orang bilang: Cinta tidak cukup hanya dengan perbuatan. Cinta harus diiringi dengan ucapan kata-kata---rayu !! Aku merenung kembali Mencoba memutar balikkan Tuhannya mereka; kata Mencoba melawan gelombang Mencoba menemukan jalan lain Aku yakin Dari satu masalah akan ada seribu solusi Aku merenungkan hal-hal itu lagi Tidak ! Cukup habis waktu ku untuk berdiam dan berpikir Kugerakkan persendian tubuh dan mencoba menggerakkan badan Mengangkat seluruh beban di hati dan lamunan di kepala Berat... Berat sekali terasa Kulangkahkan kaki Kaki kiri dan kanan ku saling mendahului Memberikan bukti bahwasanya mulut hanyalah sebuah perantar