Malam, Pertanda Pagi Akan Datang

Rembulan menunggu mentari, ah dingin sekali.
Dimulai dengan seteguk kopi, hingga berakhir pada fajar pagi.

Dahulu, pada waktu yang sama para pejuang berpikir keras akan Kemerdekaan. Hingga beberapa dari mereka berakhir dengan senyum syahid di medan pertempuran.
Puluhan tahun berlalu, paku yang tertancap melupakan jerih payahnya si palu.
Munculnya berita-berita tentang dibantainya para rakyat sengsara di kepulauan Bali dengan kasus "diduga". Apakah laporan dugaan setara dengan hukuman mati dan penjara. Mengapa orang-orang di kursi legislatif, eksekutif, bahkan yudikatif yang memang telah tersebar namanya akibat terduga ini terduga itu tidak pernah di setarakan dengan hukuman penjara atau mati seperti pada jaman sebelum reformasi.
Apakah orang yang melanggar memiliki hak untuk melakukan pelanggaran sesuai dengan profesi yang mereka sandang. Persoalan seperti ini pun bisa menjadi dugaan masyarakat dalam menyikapi sistem legitimasi hukum di Indonesia yang suka menduga-duga tetapi ketetapannya tidak dapat diduga.
Diduga pki, bawa pergi lalu hukuman mati. Terbukti korupsi, diberi keringanan tetap memimpin Negeri selama beberapa hari.
Katanya Negara kita ini tidak fanatik terhadap satu diantara dua sistem hukum yaitu civil law dan common law. Tetapi menyeimbangkan keduanya melalui ketetapan hukum yang tertulis yang telah dibuat dan disepakati, kemudian diiringi oleh kebijaksanaan para hakim melalui persidangan di ruang satu.
Sengketa ketukan palu hakim di meja belajar nya bapak Bani.

Tanah Jawa, tempat para raja mengais harta.
Pulau Sumatra,  mengamankan kekayaan dengan bacaan mantra.
Badut Sulawesi, pelarian bapak gendut dompet penuh terisi.

Bukankah Indonesia adalah negara  yang terdiri dari beribu macam pulau dan terbilang strategis untuk pelarian para teroris.
Jangan di bawa serius. Aku hanya bergurau. Agar kamu dapat mengetahui yang sebenarnya melalui canda tawa ku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menguncup Mengembang Layu Gugur

SAYA

Hilangnya Kabut Manusia