Bukan kehidupan yang aku resapi namun kematian yang tak pernah kau hargai

Semakin bertambah hari, semakin berkembang pula populasi di dunia. Tidak perlu jauh-jauh melihat ke luar negeri, Indonesia pun sudah mengeluh menanggung beban manusia yang teramat berat dirasa. Banyak manusia lalu lalang menggunakan apa yang bisa dia gunakan, tanpa berpikir panjang banyak mahluk alam yang merisaukannya.

Memandang dan mengamati kehidupan adalah salah satu jalan yang ku tempuh untuk menemukan hakikat kehidupan. Bang Erros pernah melantunkan sebuah syair yang kusuka nada maupun kandungan yang tersirat dari syair tersebut; berteman dengan alam kamu akan menemukan hakikat yang sebenarnya, kegelisahan manusia. Aku merasa ini nada yang aku cari selama beberapan tahun terakhir ini.

Aku pernah berkata pada nurani mencurahkan apa yang terlintas dalam hati. Begitu banyak orang yang berjalan tanpa merasakan kaki yang dia gunakan. Banyak orang yang melihat tetapi tidak mengetahui apa yang apa sedang mereka amati. Dan tidak sedikit pula manusia yang berbicara tanpa menyadari dunia ini tidak memerlukan perkataannya. Dunia ini hanya memerlukan sedikit perubahan dan dilanjutkan dengan adaptasi peradaban. 

Dan suatu hal yang kuanggap mustahil jika secara tiba-tiba aku mendatanginya dan berkata matamu itu buta saudara ku. Mata mu seperti mata  bambu. Tak berguna. Walaupun beberapa sahabat mempercayai bahwa kita dapat merevolusi sebuah sistem yang sudah mengakar begitu dalam.

Apakah mereka mati? Tidak!, jawab ku.
Mereka itu hidup. Mereka selalu tertib makan tiga kali sehari, berkerja di waktu siang ataupun malam. Dan meraka pun tidur di waktu yang dibutuhkannya.
Tapi mengapa kebanyakan darinya berpikir, ini hidup ku. Aku berusaha agar kelak tidak menyesal di hari tua.
Apakah ini yang kalian namakan hidup? Lantas kalian mengartikan mati itu seperti apa?

Aku ingin bertapa dengan para pendeta
Aku ingin mengabdikan hati kepada kaum priyayi
Aku ingin menangis bersama para filosofis
Aku ingin bersenandung seperti kaum viking di kota Bandung

Tapi...
Tapi apakah mungkin. Apakah mungkin orang yang mengaku hidup ingin berteman dengan orang yang menganggap dirinya mati. Ini seperti sebuah rumus dialetika yang bertolak belakang.
Semoga alam memihak kepada ku. Dan jangan bicara kanan-kiri dihadapan ku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menguncup Mengembang Layu Gugur

SAYA

Hilangnya Kabut Manusia