Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Masehi Baru

Saya bukan ahli matematik. Namun, dalam waktu lebih dari satu jam, saya mengambil 1 meter/persegi dari ratusan ribu hektar total luas wilayah Kabupaten Malang. Dimulai dari sudut sempit ini, mata saya memburu luas pijaran cahaya-cahaya disela ruang kegelapan malam tanpa bantuan petromak malam; bulan dan bintang. Karena saya bukan orang yg berilmu lebih. Saya terombang-ambing di tepi pesisir kebodohan. Memberikan tanda tanya besar pada cahaya yg berpijar hebat lebih dahulu ketimbang dentuman daripada ledakan cahaya. Dentuman besar tersebut menyisakan kekaguman, takjub, heran dan kabut asap tebal. Karena saya orang yang kolot modernitas, tidak paham dengan maju-mundurnya peradaban pergaulan desa. Dari sudut tempat berdiam diri saya ikut menyumbang asap hambar yang saya keluarkan melalui hembusan mulut penuh dusta dan kurang lantunan puji untuk tuhan. Kabut tipis namun padat tersebut memberikan saya sebuah gambaran imajiniasi akan tragedi tempo dahulu ketika uni soviat meluncurkan rud

Perairan Bebas

Sejarah kerja paksa (rodi-romusha) kenapa hanya mengulas di sektor lahan pertanian - pembangunan (?) Apakah pada waktu itu para nelayan bebas dari depotisme kolonial(?) Apakah nyi roro kidul memberikan sedikit susila kepada pribumi yang pantas diibakan(?) Atau angling darmo tiba-tiba melakukan gerilya di bibir pantai bersama para uskup, sunan, resi guna pembebasan hak berenang ikan di selat jawa(?)

Semangka Merah

Puisi itu merah Hidupnya didalam arang Puisi haruslah hidup Pastikan Ia membara Meskipun dengan api Sebagai penghangat di dingin malam Sebagai pelita di gelap malam Penikmatnya adalah orang-orang pinggiran Ketika puisi hanya kau jadikan budak sajak cinta (nafsu) guna meluluh-lantahkan puluhan wanita Maka, Durjana!! Laknat !! Kafir!! Keluarkan aku dari peradaban Congkel bola-bola mata Sobeklah daun-daun telinga Tanggalkan kepala ini Leher tidak lagi mampu menyanggah hal-hal naif Puisi tidak dari sanubari Kau susun dari bawah hati Tersusun atas tumpu-tumpu lancip birahi Puisi itu merah Ketika di lantunkan hijaulah Ia Menciptakan kesegaran, keadilan, perjuangan, keberanian, kejujuran. Puisi itu ibaratkan semangka Hijau di luar Merah segar di dalam Hadirnya dinikmati para buruh, becak, nelayan dan petani Puisi itu do'a Do'a adalah panjatan harapan Harapan mutlak milik semua orang Tidak hanya teruntuk kutu-kutu cinta Terlebih ungkapan cinta sekedar fo

Bungurasih

Sebungkus nasi. Diantara tumpukan rapi, keranjang bambu. Emak-emak separuh baya melantangkan kata kepada ku. Layaknya widji tukul menikam rezim orde baru dengan kata-kata baku. Lantang, berirama menantang, tanpa ragu. Sego ne lee, sek anget, ono ndog, pitek, daging... Emak tawarkan sebungkus nasi kepada ku. Tidak ada rasa lapar di perut yang ada hanya rasa iba di dada. Ada pula rasa bingung di kepala. Pantaskah anak muda tak berilmu mengibakan seorang emak-emak penjual nasi? Lalu... Ku beli satu. Ku makan Ku kunyah perlahan berganti  menggunakan gigi geraham. Rahang atas dan rahang bawah menjadi kolega baik. Harga nasi tak sepadan dengan porsi. Lauk tak segiur ucapan emak ketika promosi. Tapi rasa syukur tetap terpanjat kepada hyang maha widi . Perut tidak puas. Namun, hati ini merasakan kenyang. Emak tersenyum lega, akhirnya hingga senja dagangan berkurang juga. Anak emak nenunggu di gubuk. Nampak wajah sumringah, seusai mata puas memburu pada kedatangan emak. Mengh

Ternyata

" Sayup-sayup terdengar dari kejauhan tarik-hembus nafas mu dengan frekuensi stabil dan tersistematik menjadi sebuah alunan nada. Tambah detik, semakin jelas, semakin dekat. Seketika nafas itu terhenti dan digantikan oleh dua bibir yang saling merayu, mengadu dan berpacu. Ternyata cinta sesederhana itu ".

Yangti

Beruntunglah mereka yang sakit. Dibuangnya segala-gala ke laut, bagai buih, terhapus ombak. Berbahagialah para lansia. Tak satu napas pun terlewatkan untuk mengingat-Nya. Mantap sudah ruhiyyah. Pikun, sudah pasti. Pikun dengan materialistik.

Beda Tipis

Peribahasa: " Sekali dayuh dua-tiga pulau terlampaui dengan Sudah jatuh tertimpa tangga itu beda tipis".

Kamvret

Kamu itu lo, mbok yo dadi wong seng due pendirian. Ojo ngikuuut ae. Aku suka jengkol, kamu juga. Aku suka rujak petis , kamu juga. Aku suka kamu, kamu juga. Loh yo to.. Mantapp kamvrett..

Mbah Gitun

Terbilang teramat banyak tokoh wanita penggerak di lingkup desa. Salah seorang diantaranya adalah (alm) mbah Gitun. Dia terkenal mentalnya yang kokoh dalam penggiat dakwah. Penggerak kajian keagaamaan wanita kampung, penggiat di fatayat, dll. Walaupun jasad telah dikandung bumi, namun nilai juang masih tersimpan rapi dalam memori warga desa ke desa. Hanya saja dia kalah brending dengan Marsinah dan R.A Kartini. Dia bukan keturun bangsawan atau priyayi layaknya si mbok (Kartini) . Dia juga bukan seorang demonstrasi seperti mbak marsinah. Dia cuma wanita desa sederhana yang sedari kecil hidup dalam naungan pesantren salaf. Oalah mbah Gitun...mbah Gitun. Maafkeunlah para pemudi tahun ku ini. Jangankan mental juang. Urusan dapur saja mereka serahkan kepada masako. Dengan bawang saja takut. Takut baunya merusak minyak wangi purcle mereka. Kamvrett zilong~

Gumul

" Tidak ada kesalahan yang merugikan. Tidak ada kegagalan yang membodohkan. Semua akan menjadi hikmah dan sebuah ilmu baru yang tidak pernah tertulis dalam buku-buku gagasan dan teori, jika kita mau mengintropeksi diri dan mengkajinya kembali"

Kampus Luka

Ikal rambut mu Ikatlah kepala mu Namun jangan sampai kau tutup mata Bilamana terpaksa akan kubukakan pandangan mu Melihat dunia dengan sudut pandang yang fantastis Banyak orang berkata kita sedang bermimpi Menembus batas ketakutan Tujuan kuliah bukan sekedar untuk mencari kerja Spectrum kehidupan kampus dibangun sedemikian rupa guna mencari jati diri Sebagaimana Ibrahim mencari Tuhannya Layaknya Thales menentukan elemen air adalah inti kehidupan Semacam Che yang memperjuangkan keadilan demi rakyat Kuba Kewajiban civitas akademik adalah menuntun kami menjadi insan berintelektualitas tinggi dan ruhaniyyah budiman Bukan menggiring kami agar menjadi domba-domba kantoran atau siput sawahan yang suka bersembunyi didalam tatanan dinding beton Apalagi memaksa harus mengikuti apa yang kalian anggap benar diiringi regulasi buta dengan dalih tuntutan negara. Biarkan kami berotasi diri Jangan sampai kebodohan gereja italia pada tahun 1633 terulang kembali Apalagi terulangnya di ka

Si Bisu

Semenjak teknologi semakin memodernisasikan spectrum tipologi manusia. Orang-orang tak lagi dapat tahu-menahu tentang aku yang mendadak menjadi seorang bisu yang mencoba untuk berbicara. Ternyata berhadapan dengan dara secantik dia membuat tubuh perjaka ini mengalami cacat fisik secara langsung dengan hebatnya. Untungnya ada kecanggihan media sosial yang dapat menutupi kecacatan ku ini. Lewat alat ini aku dapat komunikasi dengannya. Apakah ini bentuk penindasan harkat manusia ? Apakah ini peleburan sakralisasi istiadat cinta ?

Save Palestine

Teruntuk kalian semua Semua saudara Semua kawan perjuangan Semua lawan seterjangan Dan untuk semua pejabat Kami tak lagi sendiri Kami tak lagi hanya menangis di balik runtuhnya Masjidil Aqsa Kami yang bertanya-tanya tentang mereka Siapa yang kuat Siapa yang menang Siapa yang salah ?! Kau lihat anak-anak yang sedang bermain petak-umpat Di derap kaki mereka aku merasakan semangat api yang membara Di mata mereka aku melihat matahari Di senyum mereka aku melihat bulan Jemari tangan mereka yang melambai pada ku seakan nampak seperti bintang-bintang kejora Kecil namun pijarannya kuat nan indah Tak perlu menunggu mereka dewasa Dengan kondisi saat ini pun mereka mampu meluluh-lantahkan apapun yang kau punya Para tentara dengan tank tebalnya Dengan menggenggam batu dan melemparkannya dengan hati yang ceria Aku percaya Tuhan akan menangkan mereka Entah hari ini Entah esok Entah nanti

Siklus Hidup

"Elang bukan elang tanpa bulu . Cacing tetap cacing tanpa bulu . Ku tanya mengapa . Karena hidup di atas awan berbanding balik   dengan hidup di bawah tanah ".

Faruq

" Jika Faruq di gadai . Kau berani taruh penawaran apa . Berani taruh berapa kau ".

Mimpi

Siapa sudi taruh bukti bilamana dunia penuh akan warna. Tiada manuskrip kelabu, terlebih mimpi adalah mejikuhibiniu. Setua dan sesetia kepada langit. Melepas sayap tak sempurna jadi lupa untuk menjadi seharusnya.

Dalam Ruang

Kita tak mau dilema Jangan lagi merajuk Kau tak enak Aku pun tak nyaman __________________________________________ Sudahi peluh akan cemas Kering sudah air mata Kau injakkan kaki di hati Tanpa tempat berpijak di muka bumi __________________________________________ Harapan di awang-awang Terus terbang melayang-layang Dikau cegah diri alasan bimbang Maafkan daku tak lagi berpangku sayang __________________________________________ Paling wajah berhadap muka Berlinang suci jemari ku menseka Daku niat menghibur hati Sembari tertawa dikau berpaling hati __________________________________________

Etitut

Gawat (! ) Kenapa (? ) Beri aku secawan perak isi dua candu . Mengapa (? ) Ku lihat ada senior yang hobi meneguk madu. Lalu (? ) Racuni saja . Jangan Tak etis di pandang .

Tak searus

Sudah bisukah mulut itu Buntung pula tangan kau Jangan lagi kaki pincang Mati sana di tanah lot Kau kalungi tulang-tulang pki . Mata melotot Ku kira buta Ku beri topi Kepala tak cukup kecil Besar kepala kau Kubur sana jauh-jauh Busuk bau tubuh Ku tak sudi kenal lagi .

Laki pun Wanita

Ini kodrat. Batas ada untuk memuliakan antara keduanya, beda cakap dengan melemahkan salah satu. Laki ada untuk jadi dewa. Kulitnya siap di koyak dan daging siap di cabik oleh hitam putih kerasnya hidup. Di beri-Nya kekuatan untuk di jadikan pedang dan juga tameng. Melindungi sekitar yang telah ia kasihi. Wanita hadir atas tulang rusuk, saripati tanah pula dasarnya. Ia ada sebagai Dewi. Rawat santun dan kelembutan seorang dewi. Jadilah cerdas; mereka sebut dewi kebijaksanaan. Tak patut dewi bergelut dalam tugas laki. Ada caranya sendiri. Apabila inginkan jadi pisau: menulislah. Apabila inginkan jadi tameng: banyak baca. Siapapun, laki atau wanita, aku tak peduli. Jangan jadikan diri bagai lintah. Tak melihat juga tak mendengar. Hanya mulut saja. Suka cari yang amis. Hina kau jadi lintah.

Ingin

Ku kantuk inginkan kopi. Ku hening inginkan sepi. Ku letih inginkan lelap. Ku dingin inginkan kau. Menghangatkan tubuh, separuh dari ku. - Ponorogo , sebelum tampak mentari.

Diplomasi

Pekan lalu Ia bertanya kepada ku; lewat perantataranya: "Kerisauan ini memenuhi pikir dan membuat ku muak. Sebenarnya aku yang besar atau kau yang kecil. Aku yang tinggi atau kau yang pendek. Mengapa kau susah untuk di rangkul. Apakah tangan ku kurang panjang". Jawab ku: "Mungkin putaran dadu belum mencapai enam. Kau kurang beruntung. Dasar rakus".

Cakap Apa Kau

Jangan bicara ingin mengubah Negara karena kebobrokan sistem ataupun orang-orang di dalamnya. Hal besar berawal dari sesuatu yang kecil. Coba saja lihat ke lingkungan sekitar mu atau lebih tepatnya kepada diri mu sendiri. Apakah ada sesuatu yang rancu. Apakah ada sesuatu yang tidak benar namun tetap di amini oleh orang-orang sekitar, termasuk diri kamu sendiri. Jika memang ada, mengapa tak kau ubah. Mengapa tetap diam saja dan malah lebih parahnya lagi impian mu muluk-muluk ingin mengubah hal besar yang kau pun tak mungkin memiliki daya untuk itu.

Cerpen Gagal

Pagi itu ia menemukan secarik surat tanpa nama pengirim,  yang ia dapati di dalam kotak pos rumahnya. Ketika di buka memang surat itu untuknya, "Untuk: Surti". Seperti yang terjadi lima bulan yang lalu. Hatinya sudah mengambang, pikirannya pun melayang-layang penuh praduga siapa pengirim surat ini. Ketika di bukanya surat itu, di bacalah olehnya. Hanya ada dua kata yang berbunyi: "Aku pulang". Seketika itu pagi menjadi hening, burung-burung gereja berhenti membuat keributan, daun tak lagi berguguran, ulat yang tadi sedang sarapan di ujung daun pohon jambu air menjadi enggan untuk melanjutkan sarapan nya. Termenung diam ia di tengah halaman belakang rumah, bermandikan sinar mentari yang sedang mencoba mengusir kabut mendung pagi itu. Ia dapati lagi ada sesuatu yang masih tertinggal di dalam amplop surat. Ternyata sehelai sapu tangan berwarna biru keabu-abuan. Ia sekarang tahu dan yakin siapa pengirimnya. Di dalam sapu tangan tersebut terselip secarik kertas kecil be

Takut

Dalam kamus kehidupan sudah ku hapus prosakata takut. Namun ketika perjalanan menjadi sebuah pelajaran yang memiliki ribuan hikmah dalam setiap interaksi dengan manusia lain, kata itu kembali ku munculkan dan lebih di spesifikkan. Saat ini aku benar-benar takut. Takut mati muda. Hidup tak ingin ku sia-sia kan. Langkah ini baru saja menyelami hitam-putih dunia. Masih ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu yang menanti untuk di telusuri. Sungguh aku takut. Dan kecemasan ini berakhir ketika aku mati. Aku tak mau mati muda.

Rumah

Sesampai ku di pekarangan rumah langkah kaki ku semakin mendahului satu sama lain. Raga ini tak enggan dan tak lagi sungkan terhadap kampung halaman. Tibalah aku di depan pintu belakang rumah, ku buka dan ku sapa nyamuk-nyamuk tak beretika yang sedang hilir-mudik di dalam rumah ini. Hening, Sunyi.  Hanya ada satu bolam lampu tidur bercahayakan kuning yang masih sudi menyambut kepulangan ku malam hari ini. Ku tengok ke arah depan terkapar seorang wanita yang sedang terlelap dalam tidur tanpa sehelai alas tidur. Pandangan ku pun langsung memburu raut wajah nya yang penuh dengan goresan sedih, lelah, dan letih. Ku coba lanjutkan langkah dan ku tengok sebelah kiri, dimana di situ terdalat ruangan untuk sembahyang semacam surau mungil tanpa hiasan apapun. Disitu terlihat sesosok tubuh tua terkulai lelap dalam mimpi malam. Sekali lagi ku pandangi wajah tersebut. Nampak bekas peluh seusai melewati hari ini yang penuh dengan lelah, letih, dan rasa khawatir. Ia pun tertidur tanpa selembar

Takut

Dalam kamus kehidupan sudah ku hapus prosakata takut. Namun ketika perjalanan menjadi sebuah pelajaran yang memiliki ribuan hikmah dalam setiap interaksi dengan manusia lain, kata itu kembali ku munculkan dan lebih di spesifikkan. Saat ini aku benar-benar takut. Takut mati muda. Hidup tak ingin ku sia-sia kan. Langkah ini baru saja menyelami hitam-putih dunia. Masih ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu yang menanti untuk di telusuri. Sungguh aku takut. Dan kecemasan ini berakhir ketika aku mati. Aku tak mau mati muda.

Toryque

Negera Turki memang tidak sehangat Islandia. Aku akan segera kembali untuk membuat kamu bahagia. Setelah ini aku akan rutin mengirimkan surat kabar untuk mu. Agar cinta kita tidak hambar dan secarik kertas ini menjadi saksi bahwasanya kita saling menjaga rindu. Di lain waktu aku akan mengajak mu kesini Menikmati senja dari tengah kota di kedai teh abah Sulaiman Bey

Lintah

Memang ini yang aku mau. Tidak lumrah. Tidak seperti orang kebanyakan. Tidak hanya berpengetahuan seperti kalian. Kalian ini sama dengan lintah. Tidak punya mata dan telinga. Asal amis disedot sampai habis. Dikira madumangsa. Jika sudah kenyang tidur nyenyak. Kemudian tidak keluar sampai satu tahun. "Akibatnya salah paham. Menghasilkan kesembronoan, mengikuti kitab sengsara. Mengikuti dalil tanpa hasil. Hanya menghasilkan nikmat dan rasa itu sendiri. Itu artinya sama dengan hidup tanpa mata. Matamu seperti mata bambu. Tidak berguna."

Tertimbun

Percuma kau menangis. Percuma kau mencari ku kemana saja, sejauh apapun. Sungguh aku tidak pernah pergi. Aku ada di lubuk hati mu, Yang telah tertimbun wajah-wajah baru.

Bisu

Terimakasih Telah sudi menghampiri ku di kala itu Tanpa mengenal mu Mungkin aku tidak tau apa yang namanya cinta Mungkin aku tidak mengenal penyakit yang tidak ada obat nya ini Mungkin hati ku tidak bisa mengenal rindu Aku sering merenung Dan menyimpulkan lamunan Bahwa sebuah hal yang lumrah jika manusia mulai menuhankan kata-kata Biarpun orang bilang: Cinta tidak cukup hanya dengan perbuatan. Cinta harus diiringi dengan ucapan kata-kata---rayu !! Aku merenung kembali Mencoba memutar balikkan Tuhannya mereka; kata Mencoba melawan gelombang Mencoba menemukan jalan lain Aku yakin Dari satu masalah akan ada seribu solusi Aku merenungkan hal-hal itu lagi Tidak ! Cukup habis waktu ku untuk berdiam dan berpikir Kugerakkan persendian tubuh dan mencoba menggerakkan badan Mengangkat seluruh beban di hati dan lamunan di kepala Berat... Berat sekali terasa Kulangkahkan kaki Kaki kiri dan kanan ku saling mendahului Memberikan bukti bahwasanya mulut hanyalah sebuah perantar