Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Ironi Angin yang Tak Sungkan Berdamai dengan Udara

Sial. Untuk kesekian kalinya. Candu melanda hati yang menggebu dengan rindu. Anda ciptakan tulisan yang yang membuat saya berkali-kali mengumpat dalam melodi selipan pantat. Perkataan kotor selalu mengiringi setiap helai kata dalam kalimat yang usai anda tenggelamkan dalam satu kitab tak beretika ini. Ketika bulan berpacu dengan matahari untuk saling menenggelamkan, saya akan mengambil waktu yang baik untuk membodohkan diri dengan ruh anda yang merasuki rongga lapisan olahan kayu busuk ini. Terimakasih atas kerelaan anda dalam memberikan peluang untuk mengubah saya menjadi  seekor perompak terlaknat.

Paku Bumi

Terpaku mentap langit. Terpalu menatap bumi. Jangan lagi kau lakukan. Awan tak akan melirik mu dan tanah tak mungkin membuang mu. Coba pikirkan sekali lagi kawan.

Buah Mahasiswa

Layaknya seperti jeruk Pontiakan kampus UIN MALIKI. Kulitnya hijau, buahnya kuning pucat pasi. Rasanya ketir---tidak masam, tidak manis. Buah ini tidak busuk. Hanya saja mereka memetiknya sebelum benar-benar masak dari pohon. Pada akhirnya buah tidak laku ketika di jual di pasaran luar. Ssttt... Tunggu dulu, Jangan terburu gusar sebelum memahami pinta ku. Marah-marah bukan solusi yang tepat. Yang kamu lakukan hanya akan memperburuk keadaan. Membuat kambuh sakit kolestrol, jantung, diabetes, dan asma. Membuat acara tanpa substansi. Mengadakan kajian tanpa referensi. Menggalang massa aksi tanpa berpikir jeli. Kita mahasiswa atau susu asi ? Tinggal tuang lalu seduh dan sodorkan untuk konsumsi sarapan bayi. Eitss... Jangan naik pitam sebelum mempersiapkan rem yang cangkram. Nanti takutnya kalian sakit gigi dan marah-marah sendiri tanpa alasan yang jelas. Hahaha, aku hanya bergurau. Aku hanya bergurau. Jangan di masukkan ke dalam hati. Apalagi di kira aku serius. Itu

Angan Tropis

Aku ingin menulis Dengan ini kuharap kamu tak lagi menangis Merindu bukanlah hal yang mudah untuk kita lewatkan Apalagi merindukan kecerian mu Seakan-akan seperti petani yang menantikan hujan di bulan ke tujuh Berjanjilah untuk selalu berpijar Memberikan ku kehangatan dan kesetian Walau penantian memanglah hal yang melelahkan Namun, rindu ini Tak akan pernah tergantikan

Menafikan Keadaan

Tahukah kamu tentang kehidupan jalanan Ya. Cerita tentang lampu-lampu trotoar yang berusaha memberikan cahaya terbaiknya. Bersama kerasnya batu-batu aspal yang selalu menguatkan diri sebagai pijakan manusia untuk melakukan hilir-mudik kehidupan. Atau, coba kau perhatikan tanaman trotoar itu. Mereka akan mendamaikan kericuhan polusi dengan taruhan hidup dan mati. Sangat miris dan nyeri... Sementara kita, manusia, dengan hebohnya melantunkan nada-nada sumbang dari ringkikan babi bermantel besi. Hidup dijalan memanglah keras kawan. Janganlah kau kira, dengan membayar lunas pajak kau bisa membayar tuntas jerih payah perjuangan hidup di jalanan. Kalau kita belum mampu membersihkan, setidaknya ikut melestarikan. Manghapuskan pungli kota yang berkedokkan pada birokrasi.

Sapaan Rindu

Selamat pagi mega mendung... Bagaimana kabar hujan disana? ☔ Semoga matahari hari ini memiliki harapan yang cerah untuk cerita kerinduan kita berdua ⛅ Dan kali ini akan kukatakan kepadamu, aku tidak akan terjebak oleh angin sakal 🍃 untuk kesekian kalinya. Karena langkah ini sudah dekat dengan impian dan harapan kita. 🌈 Tetaplah tersenyum dan jangan menangis. Semua akan baik-baik saja. ☺ Akhir-akhir ini saya sudah jarang melihat bayang-bayang bulan.

Tempat Penantian

Lihat Malam ini langit benar-benar memiliki penuh akan cahaya halilintar Suara gemuruh menggelegar malam yang hening Hanya bulan yang tahu Dengar Degup rindu yang selama ini kau simpan dan pertahankan Hilang Saat kita bertemu beradu tatap mata Bicara singkat diantara buku-buku yang menjadi saksi bisu Sayup-sayup dera lonceng tidak akan pernah bisa membangunkan kita Menggugah hati hati yang tersiksa ... Hangatnya pagi menyapa rombongan serangga kecil Serangga yang sedang asyik hilir-mudik Berderik riang menghisap madu-madu dari kelopak bunga Butiran embun yang mengalir di setiap dedaunan pohon Lenyap seketika Bagaikan angin adalah kita berdua Bertemu pun tak mampu saling sapa, Anugrah memahami ajaran kitab agama Jika rindu merasuk jiwa mu Menulislah Temukan aku dalam gambaran kata, lukisan warna Karena pena yang kau pegang Akan menjadi pelipur dalam kerinduan Bila hujan membasahi lamun mu Berteduhlah Temukan aku dalam ruang rindu di dalam dada Cabik setiap kee

Edelwish Abadi

Menangis, menangis, menangis, bergumul. Dengarkanlah, mari Kita atasi. Terisak dan bergumul. Jangan lagi mengenang masa lalu mu Karena Kau tak sendiri! Terjebak melawan angin sakal, kau bertanya, "mengapa ini benar-benar terjadi?" Dulu, benarlah Aku benci setiap keindahan. Namun saat ini, semua terikat kebersamaan. Kita tak dekat dengan impian. Kita harus terus berjalan. Hanya dengan melihat ke arah langit, jawabannya tak bisa langsung ditemukan. Sekarang saatnya untuk membuktikan keberadaan Kita di sini. Terdiam, menangis  lagi hari ini. Berulang kali untuk yakinkan diri mu, akan Ku tunjukkan bahwa Kita bisa mengatasinya. Kemudian saat Ku genggam kedua tanganmu dan berkata, "Semuanya akan baik-baik saja". Ini bukan kesedihan! Bukan! Tanpa ragu, Kita berteriak dengan hati pantang menyerah. Tak akan lari lagi. Di kota orang-orang yang pertama kali Ku temui. Semua terasa asing, air mata meluap dalam perjalanan pulang. Bahkan jika melewati stasiun

Sufi dan Shifu hanyalah Pelaku Bukan Predikat

Jika benar-benar sudah memahami tasawuf, pastinya sudah tidak membutuhkan lagi yang di sebut pengakuan. Seakan sudah ikhlas dengan apa yang dia lakukan Seperti, ketika kamu melihat seseorang yang mendorong kendaraan dikarenakan bannya bocor. Kemudian kamu menawarkan batuan dan orang tersebut menolaknya dengan sopan. Bisa di katakan dia memang masih sanggup melakukannya sendiri. Bagi kita menolongnya itu lebih baik, baginya pun mengerjakan sendiri selagi dia mampu itu pun yang terbaik. Kita tidak perlu memaksa dia memahami kemauan kita, begitu pula dia tidak akan memberitahukan bahwa dia lebih suka berusaha sendiri selagi masih mampu. Jika kiri itu baik dan kanan itu buruk, maka aku lebih memilih tengah. Karena di sana terdapat taman yang indah.

Kata Tak Lagi Bermakna

Gambar
Rindu itu tidaklah terarah kapan ia akan singgah Rindu itu tidap dapat dikehendaki kapan ia akan pergi Bukan seperti megamendung yang dapat memberitakan akan datangnya badai Bukan pula rintikan hujan yang akan mengundang warna warni pelangi Susah di kata memanglah sudah menjadi realita Tidak akan terobati bilamana sahabat pergi dan tak kembali Haah... Sedikit berani itulah pengecut Banyak berani hanya kesombongan yang terjadi Terlalu hemat sebutlah kikir Berlebihan hemat jadilah boros Rasa ini memanglah sederhana Namun tidak dapat di lukiskan dengan kata-kata Karena terlalu naif jika mengadu kepada Hyang Maha Kuasa Pinta ku hanya satu Berjanjilah untuk kembali dalam pelukan ku Bersedia berbagi senyum, canda, tawa mu yang lucu

Hilangnya Kabut Manusia

Siapapun kamu, apapun latar belakang mu itu bukanlah alasan kenapa kita bisa bersama berdiri di satu kota yang sama. Memahami kata hati memang haruslah dengan rasa. Akal manusia yang lebih di kenal dengan sebutan logika menjadi suatu tempat dimana asal mula keluarnya argumen yang berkelanjutan dengan percakapan yang itu ku sebut persebatan. Persetan dengan mereka. Tidak tahu menahu tiba-tiba angkat bicara. Menimbulkan pemikiran yang berbeda. Apakah semua pendapat ngambangnya itu harus kita tanggapi. Tetapi mereka memberontak meminta jawaban. Jika tidak nama mu yang akan menjadi sasaran emosional egois. Kita bukanlah dewa yang tahu menahu terkait manusia. Mengapa tak kau tanyakan saja kepasa para guru ternama. Bukankah itu lebih dari kata menyakinkan. Ketidakjelasan ku bagi mu, menurut ku suatu hal yang wajar. Karena diantara kita tak pernah ada kata saling sapa. Kalau terus-menerus dia merengek seperti bayi yang bersih, kita berikan secerca gelap di matanya. Agar dia tahu rasanya

Catatan Kepulauan Madura

Pada langit biru kulukiskan kata-kata Melalui desir angin ku dengarkan semua kabar berita Tetapi aku hanya ingin memegangkan pena mu perempuan ku Dan mendengarkan semua keluh kesah perjuangan merawat bayi kita yang lucu Banyak mahasiswa yang orasi atas dorongan hati nurani Sebagian yang lain bercerita tentang aksi anarkis dan terbilang tidak menghasilkan sebuah solusi Namun aku sadar aku disini berdiri sendiri Tanpa dorongan seorang wanita yang selalu terbayang dalam dunia mimpi Ayah ku tidak pernah menyuruh ku untuk menuntut keadilan Dia hanya berpesan agar aku benar-benar mampu mendalami ilmu yang ku terima di tempat perjuangan Tapi apalah daya hamba sahaya Kucing-kucing Persia menyeret sadis tubuh ku dengan kekuatan ramalan Bala Dewa Aku terdiam Termenung dalan pengasingan Sejenak berdiri mencoba untuk berlari Aku terjatuh Lutut dan sikut ku terluka Bukan perih yang ku rasakan Tetapi sebuah penyesalan Akibat kegagalan dalam sebuah pelarian Egois dan emosi sudah k

Sarapan Pagi

Manusia ada karena ketiadaan, dan kembali menghilang pada musim yang bergantian. Berbeda dengan Tuhan. Dia ada karena manusia menghadirkan. Tidak ada bukti yang real akan wujudnya. Sebagian berkata Dia ada karena alam semesta. Dia ada karena rengkarnasi legenda dari cerita tetua. Dia ada karena bapa mengutusnya. Asalnya hanya manusia yang membuat kumpulan ide-ide lalu di anut sebagian orang percaya atas dasar cinta. Jika aku berkata ada ku penuhi dengan bukti wujud ku. Dilahirkan dari seorang wanita berlabel agama. Diiringi beberapa kabar untuk menguatkan argumen ku. Khalayak pun tahu akan perkataan ku, bukan atas dasar cinta atau sekedar prsangka berbusa-busa. Aku tak selamanya kamu miliki, tetapi Tuhan selamanya akan menguasai kepemilikan semua manusia. Kalau kita lihat kehidupan keluarga dengan tingkatan yang sederhana, jika memiliki beberapa pilihan makanan untuk di santap pasti mendahulukan makanan yang tidak awet karena di takutkan basi. Tetapi melupakan jasa makanan yang mamp

Mirna Amundsen

Untuk kekasih gelap ku,  Mirna Amundsen Maaf kan kepergiaan ku yang berkepanjangan ini Mungkin rasa rindu itu mulai kau tuangkan di secangkir minuman penghujung sore Kau luapkan bosan dan penat pada manusia yang kau ikat Ikat erat dengan kopi! Dendam berapi-api! Hingga berita menampilkan sesosok wajah lama yang ku kenal Mirna tersenyum,  mirna menangis Aku tertawa, dia mati tak bernyawa Sungguh kematian bukan jalan terbaik untuk menumpukan kerinduan Mirna apakah kau sadar suara apa barusan? Itu lonceng pemakaman Mayat dan kafan di pakaikan

Menguncup Mengembang Layu Gugur

Udara pagi menyesakkan hati. Menuju siang, matahari panas menyerang. Langit gelap, seharusnya mereka sudah terlelap . Tetapi tidak dengan ku. Aku terjaga di saat orang-orang berbicara dengan Tuhan mereka. Aku juga punya. Hanya saja kadang lupa merasa bahwa aku hanya dimiliki bukan seorang yang memiliki. Orang berkunjung ke pura membawa tiga batang dupa Pendeta datang menemui dewa membawa semangkuk susu penuh selera Anak setan memanggil bapak melalui nyanyian matan tarian kapak Tokoh agama memakai peci dan sorban seakan mereka siap suci jihad berkorban Orang datang menemui ketenangan batin dengan jalannya masing-masing. Apakah ada yang salah ? Mengapa milik ku yang paling benar tetapi milikmu yang paling tenar ? Mungkin kita di tipu oleh beberapa oknum yang menemukan gagasan Tuhan dan bahwasanya ini adalah hal yang baik dan itu salah satu cara menuju kebaikan. Ini seperti cerita anak sekolah yang ketika itu kelasnya mendapatkan pr lima soal fisika di salah satu lembar buku p

Kecil Kehidupan Ku

Sore ini hujan. Hanya beberapa ujung rambut yang terkena anugerah Tuhan berkat topi pemberian ibu yang ku gunakan. Teringat akan pesan orangtua; jangan hujan-hujanan, nanti kamu bisa pusing dan hidung berlendir. Pada waktu itu dengan usia yang masih belia, aku tetap nekat dan berkata-Aku sudah besar, ibu tidak perlu terlalu cemas. Aku bisa menjaga diri ssndiri dan kesehatan. Dan ternyata baru ku sadari betapa dalam rindu yang datang dari bayang kenangan yang tak mungkin bisa terulang. Seakan jika sekarang aku sedang berada di antara kedua ayah ibu, aku akan sengaja melarikan diri ke ribuan tetes hujan agar mereka mengulangi perkataannya dengan rasa cemas dan penuh kasih sayang. Sungguh aku menginginkan nya. Seperti ucapan para guru ketika mengajar di dalam sekolah; anak kecil akan selalu ingin merasa segera dewasa, dengan berbagai alasannya. Dan ketika beranjak dewasa, pasti mereka merindukan masa-masa kecilnya. Semacam hukum alam, katanya. Dan aku setuju akan pembahasan ini. Hu

Malam, Pertanda Pagi Akan Datang

Rembulan menunggu mentari, ah dingin sekali. Dimulai dengan seteguk kopi, hingga berakhir pada fajar pagi. Dahulu, pada waktu yang sama para pejuang berpikir keras akan Kemerdekaan. Hingga beberapa dari mereka berakhir dengan senyum syahid di medan pertempuran. Puluhan tahun berlalu, paku yang tertancap melupakan jerih payahnya si palu. Munculnya berita-berita tentang dibantainya para rakyat sengsara di kepulauan Bali dengan kasus " diduga ". Apakah laporan dugaan setara dengan hukuman mati dan penjara. Mengapa orang-orang di kursi legislatif, eksekutif, bahkan yudikatif yang memang telah tersebar namanya akibat terduga ini terduga itu tidak pernah di setarakan dengan hukuman penjara atau mati seperti pada jaman sebelum reformasi. Apakah orang yang melanggar memiliki hak untuk melakukan pelanggaran sesuai dengan profesi yang mereka sandang. Persoalan seperti ini pun bisa menjadi dugaan masyarakat dalam menyikapi sistem legitimasi hukum di Indonesia yang suka menduga-duga

Teh Wadul

Wanita ku. Jika senja awal dari perpisahan kita. Aku harap, fajar akan mempertemukan kita dengan ikatan janji suci nan abadi. Perjuangan kita sangat berat hingga membuat rasa frustasi yang pekat. Namun mereka berkata lain. Bukankah kita hidup  untuk menjalin persahabatan. Bukan untuk mengincar jabatan ? Kepribadian pemimpin suatu bangsa tercermin kan dari sistem perpolitikan yang dibangun dengan embel-embel dasar Negara. Ingin hati melaju ke kiri namun takut belakang ku tidak suka karena belok kiri jalan terus. Pernah mencoba memutar kemudi ke kanan, namun apa daya rambu lintas menyala merah membara. Seakan menolak kehadiran ku. Ketika berusaha mengambil keputusan untuk jalan terus dan mencoba untuk tetap berdiam di persimpangan, ternyata banyak polisi yang lalu lalang dan mencoba menahan ku, bahkan menangkap! Hingga akhirnya, aku tetap diam pada keterpurukan keadaan, mengamati perkembangan zaman. Diam. Membisu. Dan sepi. Melawan modernism. Kini kami punya rumah yang belum s

Tanah Basah Tanah Surga

Pembicaraan manusia dari ke hari semakin rancu. Membahas berbagai macam hal yang menurut ku itu tak perlu. Dibawah lumpur yang ku pijak terdapat ribuan harta benda terpendam. Ini bukan harta karun. Siapa mau yang membuang hasil keringat ayah di bawah gundukan ini. Ibu mana yang tega melihat anaknya kelaparan dan menangis keracunan. Anak siapa yang rela sekolahannya di hancurkan demi sebuah proyek keuntungan pribadi. Apakah ini yang dinamakan pembangunan jaman. Sampai rakyat kecil jadi sasaran. Buta mata ini melihat semuanya. Dungu  kuping kiri ku untuk mendengarnya. Bisu mulut mu untuk berteriak dan memaki.

Mencaci Para Kurcaci

Memang ini yang aku mau. Tidak lumrah. Tidak seperti orang kebanyakan. Tidak hanya berpengetahuan seperti kalian. Kalian ini sama dengan lintah. Tidak punya mata dan telinga. Asal amis disedot sampai habis. Dikira madumangsa. Jika sudah kenyang tidur nyenyak. Kemudian tidak keluar sampai satu tahun. "Akibatnya salah paham. Menghasilkan kesembronoan, mengikuti kitab sengsara. Mengikuti dalil tanpa hasil. Hanya menghasilkan nikmat dan rasa itu sendiri. Itu artinya sama dengan hidup tanpa mata. Matamu seperti mata bambu. Tidak berguna.

Bukan kehidupan yang aku resapi namun kematian yang tak pernah kau hargai

Semakin bertambah hari, semakin berkembang pula populasi di dunia. Tidak perlu jauh-jauh melihat ke luar negeri, Indonesia pun sudah mengeluh menanggung beban manusia yang teramat berat dirasa. Banyak manusia lalu lalang menggunakan apa yang bisa dia gunakan, tanpa berpikir panjang banyak mahluk alam yang merisaukannya. Memandang dan mengamati kehidupan adalah salah satu jalan yang ku tempuh untuk menemukan hakikat kehidupan. Bang Erros pernah melantunkan sebuah syair yang kusuka nada maupun kandungan yang tersirat dari syair tersebut; berteman dengan alam kamu akan menemukan hakikat yang sebenarnya, kegelisahan manusia . Aku merasa ini nada yang aku cari selama beberapan tahun terakhir ini. Aku pernah berkata pada nurani mencurahkan apa yang terlintas dalam hati. Begitu banyak orang yang berjalan tanpa merasakan kaki yang dia gunakan. Banyak orang yang melihat tetapi tidak mengetahui apa yang apa sedang mereka amati. Dan tidak sedikit pula manusia yang berbicara tanpa menyadari duni